
Menyoal Profil Pelajar Pancasila untuk Generasi Emas Indonesia
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat, mendengar atau membaca berita bahwa telah terjadi degradasi moral yang menyebabkan generasi milenial mengalami kemunduran akhlak. Seperti mencontek, membully teman, tidak sopan, tidak mau salat, tidak puasa, membuang sampah sembarangan, memaki dan mengumpat orang dan masih banyak lagi yang lainnya. Menyaksikan kenyataan, timbul rasa keprihatinan yang mendalam terhadap masa depan bangsa Indonesia.
Memang harus diakui, masalah moral ini juga sudah ada sejak jaman dulu. Hanya keadaannya tidak separah sekarang ini. Dari dulu juga sudah ada siswa mencontek, membully teman, tidak sopan, tidak mau salat, tidak puasa, membuang sampah sembarangan, memaki dan mengumpat orang, tetapi secara kualitas dan kuantitasnya tidak seburuk sekarang ini. Misal, dulu orang menyontek hanya saat ulangan atau ujian, sekarang banyak orang yang melakukan plagiat. Contoh lain, dulu orang hanya membully teman sebatas ejekan ringan saja, sekarang ada siswa yang berani membully gurunya sendiri. Sungguh keterlaluan!
Atas dasar degradasi moral itu, pemerintah mencanangkan pendidikan karakter untuk nama lain pendidikan moral. Menteri Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh meresmikan dimulainya pendidikan karakter pada awal tahun pelajaran 2011 - 2012 di semua jenjang pendidikan. Dengan harapan pada saat 100 tahun Indonesia merdeka, generasi emas Indonesia memiliki karakter yang mengimbangi pengetahuan dan keterampilannya.
Kini setelah kurang lebih sepuluh tahun berlalu, pemerintah memperbaharui program pendidikan karakter ini dengan meluncurkan program profil pelajar Pancasila. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi mengeluarkan program profil pelajar Pancasila yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024. Profil pelajar Pancasila menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayan, Riset dan Teknologi adalah rangkuman karakter yang harus dimiliki setiap pelajar Indonesia. Ada enam komponen yang termasuk profil pelajar Pancasila.
Seperti yang dilansir di laman republika.co.id, keenam komponen profil pelajar Pancasila itu adalah sebagai berikut. Pertama, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia sebagai bentuk acuan untuk membentuk karakter yang memiliki integritas, spiritualitas, dan moralitas. Profil kedua adalah berkebinekaan global yang dibutuhkan untuk berkompetisi secara global, di mana pelajar Indonesia bisa mencintai perbedaan seperti suku, agama, dan opini. Ketiga, bernalar kritis untuk kemampuan memecahkan masalah di berbagai macam aspek dalam kehidupan, bukan hanya teoritis dalam mata pelajaran dan mempertanyakan informasi untuk menjadi individu yang kritis. Profil keempat adalah kreativitas karena di dunia masa depan tidak hanya berkaitan dengan seni dan budaya tetapi juga dalam menghadapi berbagai situasi. Profil kelima adalah mandiri karena pentingnya anak memiliki motivasi mandiri untuk mencapai yang diinginkan. Yang terakhir adalah gotong royong, yang menurut Nadiem, salah satu kompetensi teknis yang penting untuk anak di masa depan.
Bagi mereka yang lahir sebelum generasi Z atau lebih tepatnya lahir sebelum tahun 1995, pendidikan karakter ini sudah tidak asing, hanya saja dengan nama yang berbeda. Pada waktu itu generasi lawas belajar Pendidikan Moral Pancasila (PMP) mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah, bahkan di perguruan tinggi tetap diajarkan pada mata kuliah Pancasila. Bahkan sebelum menempuh pendidikan di jenjang sekolah menengah dan tinggi, calon siswa atau calon mahasiswa diwajibkan mengikuti penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Dalam pelajaran PMP ini siswa diajarkan butir-butir Pancasila yang tidak lain adalah nilai moral yang harus dimiliki sebagai warga negara Indonesia. Tapi semenjak tahun 1994, mata pelajaran PMP diganti menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Kemudian pada tahun 2003 mata pelajaran PPKn diganti menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Jadi praktis generasi Z tidak pernah belajar moral sebagai mata pelajaran di sekolah.
Yang pernah mengenyam pelajaran PMP tentu masih ingat dengan butir-butir Pancasila. Sila pertama terdiri dari empat butir, yaitu : Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama & penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup; Saling hormat-menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya; Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
Pada sila ke-2 terdapat 8 butir, yaitu : Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia; Saling mencintai sesama manusia; Mengembangkan sikap tenggang rasa; Tidak semena-mena terhadap orang lain; Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan; Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan; Berani membela kebenaran dan keadilan; Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu kembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ke-3 memiliki 5 butir, yaitu : Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan; Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara; Cinta Tanah Air dan Bangsa; Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan bertanah Air Indonesia; Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Sila ke-4 ada 7 butir yang terdiri dari : Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat; Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama; Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan; Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah; Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur; Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Dan di sila terakhir terdapat 12 butir, yaitu : Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong; Bersikap adil; Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban; Menghormati hak-hak orang lain; Suka memberi pertolongan kepada orang lain; Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain; Tidak bersifat boros; Tidak bergaya hidup mewah; Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum; Suka bekerja keras; Menghargai hasil karya orang lain; Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Jika membandingkan apa yang tertuang di dalam profil pelajar Pancasila dengan apa yang tertuang dalam butir-butir Pancasila, terlihat bahwa butir-butir Pancasila memiliki detail yang lebih lengkap dibandingkan dengan profil pelajar Pancasila. Tetapi secara substansi keduanya memiliki muatan yang sama. Jadi kalau kita mau melihat bagaimana moral generasi lawas dan moral generasi sekarang, ada baiknya butir-butir Pancasila ini diimplementasikan dalam program profil pelajar Pancasila, agar generasi emas Indonesia yang dicita-citakan dapat terwujud.
Peserta 01 Kategori Alumni, Kompetisi #Gerbangmenulis2021
Syahrial, S.T
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Merdeka Belajar Dalam Masa Pandemi COVID-19
Covid-19 tidak lagi menjadi kata yang asing ditelinga banyak orang, Virus yang hadir sejak Desember 2019 di Wuhan, China, ini menyebar begitu cepat ke berbagai penjuru dunia dalam hitun
Mosaik Modernisasi dalam Bernalar Kritis Pelajar Pancasila
Pada masa pandemi COVID-19 ini, pembelajaran tatap muka pada sekolah-sekolah di Indonesia menjadi lebih sulit untuk dilakukan. Salah satu upaya sekolah untuk menyelesaikan hal tersebut
Berkebinekaan Global bersama Globalisasi
Setiap negara, pastinya memiliki penerus sebagai penegak dan pemimpin bangsanya, yaitu muda-mudi saat ini, termasuk juga di Indonesia. Para generasi penerus ini merupakan harapan masa d
Bunga Toleransi di Tengah Arus Globalisasi
Salah satu identitas bangsa Indonesia yang paling dikenal dari dulu hingga saat ini adalah keberagaman atau kebinekaan yang dimiliki. Identitas tersebut terbentuk dalam waktu yang jelas
Peran Pemuda dalam Konstruksi Masa Depan Bangsa
Peran pemuda dalam pembangunan bangsa sangatlah penting. Hal ini dikarenakan pembangunan suatu bangsa terletak pada generasi penerusnya. Demokrasi, ekonomi, teknologi, dan kemajuan ilmu
Pendidikan Karakter, Upaya Mencegah Dampak Negatif Westernisasi
Pada era globalisasi, westernisasi terdapat dalam perilaku dan karakter remaja terjadi karena para kaum milenial atau para remaja menganggap budaya barat adalah budaya yang gaul, modern
Naik Kelas Tapi Tidak Belajar?: Solusi Merdeka Belajar Di tengah Pandemi
Penyebaran virus Covid-19 di Indonesia memberikan dampak besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Menteri Pendidikan, Bapak Nadiem Anwar Makarim, melalui surat edaran Mendik
TRANSFORMASI ASESMEN PEMBELAJARAN DALAM BINGKAI MERDEKA BELAJAR
Gaung program sekolah penggerak semakin terdengar akhir-akhirnya ini. Sebanyak 2500 sekolah dari 34 provinsi dan 111 kabupaten/kota di Indonesia sudah menerapkan program ini mulai tahun
Teknologi dan Perubahan Sosial di Era 4.0
Pada hakekatnya, kemajuan teknologi dan dampaknya terhadap kehidupan adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari. Namun, kita bisa mengambil langkah bijak terhadap diri kita sendiri, ke
Dampak Westernisasi Terhadap Karakter Remaja Masa Kini
Masa remaja adalah masa transisi antara kanak-kanak menuju dewasa. Di mana, perilaku manusia muda ini bisa berubah dengan cepat, mengalami krisis identitas, dan juga emosi yang kuat. Re