Membangun Karakter dengan Budaya Positif Sekolah
Terlepas dari fokus pendidikan abad ke-21 yang menambahkan berbagai kompetensi untuk dikuasai peserta didik yang dikenal sebagai 4K yakni kemampuan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi, pendidikan karakter tetap menjadi poin krusial yang tidak dapat ditinggalkan. Melihat kembali fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam UU NO. 20 Tahun 2003 Pasal 3 bahwa ‘pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.’ Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang mendefinisikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yang selaras dengan alam dan masyarakat. Dari kedua hal diatas dapat dilihat bahwa pembentukan karakter menjadi tujuan utama dari pendidikan itu sendiri dimana perubahan perilaku dan watak menjadi tolak ukur keberhasilan suatu sistem pendidikan yang diwujudkan dalam berbagai pembiasaan dalam proses kegiatan belajar mengajar maupun aktivitas lainnya di luar kelas.
Sekolah sebagai wadah pencapaian tujuan pendidikan haruslah menyediakan lingkungan yang mendukung agar setiap warganya dapat membangun karakter positif dan mengembangkan potensi akademik dan non akademik dengan optimal. Untuk itu diperlukan kondisi sekolah yang aman dan nyaman tempat dimana budaya positif dapat tercipta. Budaya positif ini sendiri merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai dan keyakinan yang disepakati dan diterapkan oleh warga sekolah. Budaya positif yang dicerminkan dari perilaku warga sekolah setiap harinya merupakan hasil dari pembiasaan akan keyakinan yang disepakati bersama.
Berbicara soal pembentukan karakter tentulah berkaitan erat dengan lamanya waktu. Budaya positif yang mewadahi nilai-nilai baik dalam aktivitas yang baik pula tidak dapat tercipta secara instan. Pembentukan karakter ini haruslah diawali dengan perubahan paradigma warga sekolah tentang apa sikap apa yang harus diubah, nilai-nilai apa yang ingin dicapai, serta bagaimana cara mewujudkannya. Perubahan paradigma ini bukan saja harus dimulai oleh siswa namun juga dimulai dari setiap warga sekolah yang terlibat, terutama guru yang memiliki peran sentral dalam pembentukan perilaku positif setiap harinya. Untuk dapat mengarahkan, membimbing serta mengawasi nilai yang diterapkan siswa, maka guru harus sudah memiliki pemikiran mengenai budaya positif itu sendiri. Hal sederhana yang dapat diambil sebagai contoh ialah pandangan tentang definisi disiplin. Bisa dikatakan hampir setiap guru menganggap bahwa disiplin erat kaitannya dengan konsekuensi atau yang dikenal sebagai hukuman, padahal disiplin lebih dari sekedar penerapan konsekuensi dan melibatkan banyak aspek lain seperti keinginan siswa untuk mengubah dirinya dan membiarkan dirinya mengikuti instruksi yang diberikan oleh guru.
Keyakinan Kelas Sebagai Kunci
Selanjutnya, perubahan paradigma haruslah diikuti dengan aksi nyata yang dimulai dengan pengambilan keyakinan kelas. Keyakinan kelas merupakan nilai, sikap, serta perilaku yang disepakati oleh setiap warga kelas untuk dijalankan oleh setiap anggotanya demi kelancaran dan ketertiban kelas tersebut. Jika terjadi pelanggaran, maka setiap warga kelas dapat mengambil sikap dengan cara mengambil keputusan bersama tentang apa yang akan dilakukan terhadap pelanggar. Keyakinan kelas ini menjadi gerakan kecil sebagai awalan yang dapat menentukan terciptanya budaya positif di sebuah sekolah. Dimulai dari ruang-ruang kelas yang menjadi fondasi suatu sekolah, dibangunlah kebiasaan-kebiasaan baik yang diharapkan dapat diimplementasikan di ruang yang lebih besar yakni sekolah. Keyakinan kelas ini dirumuskan, disepakati, dan ditaati oleh setiap warga kelas karena setiap poinnya pun merupakan kesimpulan dari suara setiap orang di dalam kelas tersebut.
Keyakinan kelas sendiri bukanlah hal yang muluk-muluk namun berupa poin-poin tentang sikap, nilai, atau perilaku apa yang dapat diterima oleh warga sebuah kelas. Misalnya, sebuah kelas memutuskan agar setiap anggotanya wajib datang dan masuk kelas tepat waktu meskipun guru mata pelajaran belum datang, maka poin tersebut harus dilaksanakan dan ditaati secara bersama-sama oleh setiap warga kelas. Bisa jadi sebuah kelas menyepakati untuk mengutamakan tolerasi karena kelas tersebut ternyata memiliki anggota yang beragam asal etnis, agama, dan bahasa yang digunakan. Keyakinan kelas ini bersifat unik, dirumuskan melihat situasi dan kondisi di dalam suatu kelas itu sendiri. Setiap kelas dapat memutuskan untuk merumuskan apa saja yang dianggap perlu untuk mendukung kelancaran proses kegiatan belajar mengajar serta interaksi positif di kelas tersebut.
Pelaksanaan keyakinan kelas secara masif di semua kelas di suatu sekolah dan secara kontinu tentu saja akan berdampak pada terbentuknya budaya positif sekolah. Sebuah perilaku baik yang dilakukan setiap hari dapat menjadi kebiasaan yang merupakan proses terbentuknya budaya. Budaya positif ini akan mendukung pembentukan karakter setiap warga sekolah dan berpihak pada setiap siswa karena memang diputuskan oleh para siswa lewat keyakinan kelas. Sekolah yang aman dan menyenangkan yang berpihak pada warganya, mendorong terbentuknya atmosfer yang menyenangkan bagi bertumbuhnya potensi yang ada dalam diri setiap warga sekolah.
Oleh Winda Ari Anggraini, MA
Guru Bahasa Inggris dan Calon Guru Penggerak SMAN 1 Manggar
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Menilai Peserta Didik dengan OKE!
Berbicara mengenai pendidikan dan pembelajaran memang tidak akan pernah ada habisnya. Terbaru, kita banyak disibukkan dengan penerapan kurikulum merdeka di sebagian sekolah di Indonesia
Peta Mutu Sekolah
APRIL 2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) resmi meluncurkan platform rapor pendidikan. Rapor pendidikan adalah platform yang menyediak
"Merdeka" dari "Bully"
Pulau Bangka Belitung sempat dihebohkan dengan viralnya video kasus perundungan (bully) yang dilakukan oleh sekelompok pelajar kepada pelajar lainnya, lengkap dengan adegan kekera
PERSIAPKAN INVESTASI MORAL SEJAK USIA DINI
Problematika yang berkaitan dengan moral dalam dunia pendidikan kerap dijumpai di sekolah. Mulai dari perundungan, prank yang dilakukan siswa, tindak kekerasan, pencurian, kebohongan, s
Peluang, Jurus Jitu Predikasi Masa Depan
Matematika selalu menjadi momok menakutkan bagi sebagian besar siswa. Hal ini tidak lain karena berbagai anggapan yang mengatakan bahwa matematika itu sulit. Atau bahkan beberapa dianta
MENGENAL LEBIH DEKAT USAHA MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH
Tidak dapat di pungkuri, segala kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan dukungan keuangan yang baik. Sekolah memerlukan dana yang disesuaikan dengan besar kecilnya kegiatan yang dila
GURU MENYENANGKAN VS GURU MENEGANGKAN
Guru merupakan sosok yang luar biasa. Seperti yang kita ketahui, orang tua siswa biasanya hanya fokus pada beberapa anak saja. Akan tetapi, sosok guru lebih dari itu. Mereka harus menja
Di Balik Layar
Setiap sekolah memiliki manajerial untuk mendukung kelancaran aspek proses belajar mengajar. Manajerial tersebut meliputi manajemen keuangan, manajemen kesiswaan, kearsipan, kepegawaian
Dari Sampah Menjadi Rupiah
Hampir setiap hari kita melihat tumpukan sampah yang ada disekitar kita terutama sampah domestik baik itu organik maupun anorganik. Pernahkah kalian berfikir bahwa barang bekas atau sam
Kenali Emosi, Lejitkan Potensi
Pernahkah terlintas dalam pikiran bahwa hal seperti perhatian (attention) serta kesiapan diri untuk belajar berdampak pada meningkatnya performa belajar? Jika selama ini kita para pendi